Dolar Terus Menguat, Rupiah Melemah Sampai Rp 13.740

by

Dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat. Dollar Index yang menggambarkan posisi dolar AS terhadap mata uang lainnya, menguat 0,7% selama Februari.

Pada Rabu (21/2/2018), Dollar Index pada pukul 09.10 WIB berada di posisi 89,73 atau menguat 0,02%. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index naik cukup signifikan yaitu 0,69%.

Penguatan dolar AS terjadi seiring dengan kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Apalagi Wall Street ditutup merah pada perdagangan hari ini, yang menjadi pertanda ada perpindahan dana ke pasar obligasi.

Dampak penguatan dolar AS adalah pelemahan mata uang lainnya, termasuk rupiah. Data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate menunjukkan nilai tukar rupiah berada di Rp 13.582/dolar AS. Melemah 0,07% dibandingkan sehari sebelumnya.

Mengutip Reuters, rupiah berpotensi melemah lagi ke posisi Rp 13.620/dolar AS. Bahkan berdasarkan analisis Bollinger, rupiah bisa saja melemah hingga ke Rp 13.740/dolar AS.

Pelemahan rupiah bisa dilihat dari dua sisi, positif maupun negatif. Positifnya, ekspor Indonesia bisa terbantu karena harga produk-produk nasional menjadi lebih kompetitif di pasar global. Indonesia membutuhkan kenaikan ekspor untuk mengimbangi impor yang mulai tumbuh kencang.

Kenaikan impor terjadi seiring pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pada tahun ini. Industri dalam negeri yang belum bisa memenuhi kenaikan permintaan (terutama bahan baku dan barang modal) menyebabkan kebutuhan impor meningkat.

Pelemahan nilai tukar juga bisa mengerem laju pertumbuhan impor. Hal ini bisa membantu neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account).

Selain itu, sebenarnya pelemahan rupiah juga “menguntungkan” bagi anggaran negara. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, pemerintah mengasumsikan nilai tukar rupiah rata-rata setahun di Rp 13.400/dolar AS.

Setiap pelemahan nilai tukar Rp 100/dolar AS, pemerintah mendapat “untung” Rp 1,6-1,7 triliun rupiah. Ini didapat dari penerimaan negara yang naik Rp 3,8-5,1 triliun, tetapi ada kenaikan belanja Rp 2,2-3,4 triliun.

Namun pelemahan impor juga berdampak negatif terhadap perekonomian domestik. Saat rupiah melemah, maka pembayaran utang luar negeri akan membengkak karena risiko kurs.

Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri pemerintah dan swasta pada akhir 2017 adalah US$ 352,2 miliar, tumbuh 10,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir 2017 ada di kisaran 34%.

Di satu sisi nilai tukar rupiah harus kondusif untuk mendorong ekspor dan mengendalikan ekspor, tetapi di sisi lain mesti menjaga agar tidak terjadi risiko kurs yang bisa berdampak sistemik. (*/dtk)