EKONOMIPOS.COM (EPC), PEKANBARU – Komisi II DRPD Riau melakukan koordinasi dengan pihak PT Pertamina menyikapi sejumlah keluhan masyarakat terkait gas elpiji 3 kg, Senin (24/07/2017).
Beragam laporan yang diterima Komisi II DPRD Riau itu terutama soal harga, yang mencapai Rp 35 ribu hingga Rp 50 ribu. Selain itu, juga persoalan pihak SPBE yang mempunyai agen sendiri, lebih mengutamakan atau mendahulukan antriannya ketimbang agen yang lain. Hal ini dirasa mendiskriminasikan agen yang lain.
Tidak hanya itu, pertimbangan alokasi kuota elpiji seharusnya berdasarkan jumlah penduduk harusnya seimbang, dimana diketahui bahwa jumlah terbesar di Riau adalah Pekanbaru, Kampar dan Indragiri Hilir.
“Dari pantauan kami, pengurangan gas elpiji dalam tabung 3 kilogram tersebut karena kesengajaan oleh oknum SPBE yang memiliki agen, langsung mengatur harga ke pengecer, untuk mencari keuntungan sendiri. Lalu menimbun gas bersubsidi tersebut sehingga menjadikan barang tersebut langka,” ujar Wakil Ketua DPRD Riau, Kordias dalam pertemuan tersebut.
Dengan kelangkaan tersebut, menurut Kordias membuat gas elpiji 3 kilogram ini menjadi barang mahal. Hal ini menjadi tidak baik, karena dapat merugikan masyarakat. Untuk itu, menurutnya perlu adanya tindakan, apabila ada oknum SPBE yang sekaligus punya agen dengan sengaja mengurangi isi gas dalam tabung elpiji 3 kilogram, bahkan sampai menimbunnya.
“Oleh karena itu, harus ada SPBE penyangga yang dikelola oleh Pertamina sendiri, yang dapat melakukan distribusi, tanpa ada diskriminasi kepada para agen,” tuturnya.
Dalam pertemuan itu pihak Pertamina menerima baik masukan dari anggota DPRD Riau. General Manager (GM) Region I Sumbagut, Erry Widiastono menyatakan, pihaknya akan membentuk tim monitoring untuk pengawasan pendistribusian gas elpiji 3 kilogram, agar hal ini lebih tepat sasaran ke masyarakat, dan menindak tegas bagi SPBE atau agen dan pangakalan yang bermain dalam hal ini.
Selain itu, ke depannya pihaknya juga akan mempertimbangkan jumlah SPBE, berdasarkan jumlah penduduk.
Kordias menambahkan, tim monitoring tersebut diharapkan bukan hanya bertugas untuk mengawasi dan memonitor tindakan nakal dari oknum SPBE dan agen-agennya, melainkan juga mempunyai kewenangan dalam mencabut izin SPBE, agen dan pangkalan. (*)