Buruh Riau Keluhkan Upah Tidak Sesuai UMSP

by

EKONOMIPOS.COM (EPC), PEKANBARU – Kalangan buruh bekerja di sektor pertambangan, Provinsi Riau mengeluhkan upah yang mereka terima Rp 2,4 juta per bulan tidak sesuai dengan Upah Minimum Sektor Provinsi (UMSP) yang telah ditetapkan dewan pengupahan (DP) sebesar Rp 2.685.000.

“Padahal penetapan Dewan Pengupahan Provinsi Riau sudah mempertimbangkan kelayakan penerimaan jerih payah bagi setiap buruh di daerah itu, lalu kenapa masih saja dikurangi, ini jelas merugikan buruh,” kata pengurus Federasi Pertambangan dan Energi Riau, Edwar Pangabean, dalam keterangannya di Pekanbaru, Senin (5/6/2017).

Keluhan tersebut untuk kesekian kalinya disampaikan Edwar, setelah beberapa minggu sebelumnya sejumlah buruh yang tergabung dalam beberapa federasi bersama menuntut pembayaran upah mereka yang sesuai ditetapkan Dewan Pengupahan.

Menurut Edwar, perusahaan tidak perlu lagi menolak untuk merealisasikan pembayaran upah sesuai penetapan Dewan Pengupahan (yang terdiri atas dinas tenaga kerja, Serikat pekerja dan sektor terkait lainnya) itu.

“Perusahaan hingga Juni 2017 menolak atau bersikukuh untuk tidak membayarkan upah sebesar ditetapkan Rp2.685.000 itu dengan alasan bahwa SK Gubernur belum terbit,” katanya.

Padahal, katanya lagi DP merupakan perwakilan dari Gubernur Riau dan menetapkan upah tentunya sesuai arahan gubernur Riau, jadi apalagi yang harus ditunggu?,” katanya.

Ia menjelaskan, Dewan Pengupahan Provinsi Riau pada Maret 2017 menetapkan bahwa UMSP buruh sebesar Rp2.685.000, dan seharusnya pada April 2017 sudah direalisasikan sebesar ditetapkan itu.

“Seharusnya per 1 April 2017 sudah ditetapkan pembayaran upah buruh sebesar Rp2.685 ribu itu, lalu kenapa dipotong juga? Kebijakan sepihak dari perusahaan ini sudah merugikan buruh,” katanya.

Kendati belum dibayarkan sebesar dua ratus lebih lagi, namun uang sebesar itu bagi buruh sangat berguna ditambah lagi dengan jumlah kebutuhan keluarga yang terus meningkat. Bersamaan dengan itu masuknya tahun ajaran baru tiap keluarga membutuhkan biaya bagi kelangsungan pendidikan anak-anak mereka,” katanya. (*)