Beleid Kapal Pengangkut Ikan Hidup Dinilai Sulit Atasi Penumpukan Stok

by

EKONOMIPOS.COM (EPC),JAKARTA – Pembudi daya menilai revisi aturan kapal pengangkut ikan hidup belum akan signifikan mengatasi penumpukan stok. Pasalnya, kapal asing hanya dapat memuat ikan hidup di satu pelabuhan muat singgah setiap masuk ke Indonesia.

Dalam draf revisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 15/Permen-KP/2016, pemerintah mengubah Pasal 7 ayat (2) menjadi berbunyi: Pelabuhan muat singgah untuk kapal pengangkut ikan hidup berbendera asing diizinkan empat pelabuhan muat singgah untuk setiap kapal pengangkut ikan hidup, dengan ketentuan hanya dapat memuat ikan hidup di satu pelabuhan muat singgah untuk setiap kali masuk ke WPP RI.

Ketua Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) Wayan Sudja berpendapat pembatasan hanya boleh muat di satu titik muat per trip bukan solusi karena muatan tidak bisa penuh.

Menurutnya, kapasitas kapal angkut asing rata-rata mencapai 30 ton, sedangkan saat ini belum ada kawasan budi daya yang bisa memuat 30 ton per trip.

“Maksimum 15 ton, akibatnya masih separuh lebih kawasan budi daya, terutama yang kecil-kecil dan baru tumbuh, tidak akan terlayani sehingga kawasan-kawasan budi daya baru bisa mati,” kata Wayan, Kamis (1/9/2016).

Dia mengatakan yang diuntungkan dari revisi Permen 15 tetap pembudi daya kerapu di Malaysia dan Vietnam karena akan didatangi oleh kapal buyer untuk memenuhi isi kapal yang separuh kosong dari Indonesia.

Menurutnya, sebaiknya tidak ada pembatasan apapun, baik ukuran kapal, frekuensi muat, maupun jumlah titik muat per trip, untuk kapal buyer ikan kerapu hidup dari luar negeri karena menghambat pemasaran ikan budi daya.

Dengan kata lain, ujar dia, ketentuan dalam Permen KP No 49/2014 perlu diterapkan kembali. “Sistem lama sudah teruji (Permen KP No 49/2014) dan saling menguntungkan. Itu yang terbaik,” ujar Wayan.

Seperti diketahui, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti akan merelaksasi Permen 15 dengan menaikkan ukuran maksimum kapal pengangkut ikan hasil budidaya menjadi 500 GT dari saat ini 300 GT.

Pemerintah juga akan menggandakan frekuensi masuk kapal angkut berbendera asing ke wilayah pengelolaan perikanan Indonesia dari saat ini maksimum enam kali menjadi 12 kali dalam setahun, dengan syarat hanya boleh sekali muat pada satu pelabuhan setiap masuk ke NKRI.

Selain itu, pemerintah akan menambah jumlah pelabuhan muat singgah yang boleh didatangi kapal asing dari saat ini satu menjadi empat pelabuhan.

Permen 15 yang ditandatangani Menteri Susi pada April 2016, sesungguhnya bertujuan melestarikan lingkungan dan mengelola sumber daya perikanan secara bertanggung jawab.

Namun sejak Permen itu diterapkan, ekspor ikan hidup hasil budi daya selama Januari-Mei merosot menjadi 3.162,8 ton dari 4.734,4 ton pada periode yang sama tahun lalu alias anjlok 33,2% (y-o-y), berdasarkan data BPS.

Berbeda dengan Abilindo, Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia (Hibilindo) Effendy menyambut baik revisi yang dilakukan pemerintah. Menurutnya, perubahan beleid akan cukup mengembalikan ekspor kerapu seperti sedia kala sekalipun pemuatan dibatasi hanya di satu pelabuhan muat singgah untuk setiap trip.

Effendy tidak memungkiri Permen 15 membuat sebagian besar produksi kerapu budidaya yang mencapai 3.000 ton per tahun tidak terangkut. Pasalnya, jumlah kapal angkut asing asal Hong Kong yang berukuran 300 GT terbatas karena dibangun lebih dari 25 tahun lalu.

Akibatnya, kapal angkut asing yang dapat masuk ke Indonesia hanya berjumlah enam dengan kapasitas muat hanya 15 ton.

Dia berpendapat penambahan bobot kapal hingga 500 GT akan mengefisiensi ongkos transportasi karena dapat memuat 45 ton dalam sekali perjalanan. Dengan demikian, harga ikan yang diterima pembudi daya di Indonesia akan maksimal.

 

(Bisnis)