Pengalihan Kontener Impor Priok Ke CDP Tak Pengaruhi “Dwelling Time”

by
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Terminal Peti Kemas Kalibaru Pelabuhan Utama Tanjung Priok di Jakarta, Selasa (13/9). Dengan beroperasinya Terminal Peti Kemas 1 Kalibaru tersebut telah menambah kapasitas terminal peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok menjadi sebesar tujuh juta TEUs per tahun dari yang semula hanya berkisar lima juta TEUs. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/aww/16.

EKONOMIPOS.COM (EPC)JAKARTA – Pebisnis di Pelabuhan Tanjung Priok menyatakan, pengalihan tujuan akhir kontener impor atau port destination dari Pelabuhan Priok Jakarta ke Cikarang Dry Port (CDP) Jawa Barat t selaku pelabuhan darat, dinilai tidak akan berpengaruh signifikan pada masa inap barang atau dwelling time.

Hal ini hanya berdampak pada berkurangnya yard occupancy ratio (YOR) di lapangan penumpukan peti kemas lini satu pelabuhan Priok.

Sekretaris Wilayah  Asosiasi Logistik  dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Adil Karim mengatakan, peran pelabuhan darat seperti CDP tidak akan berpengaruh pada penurunan dwelling time dan mengurangi biaya logistik di pelabuhan Priok, sebab fungsi fasilitas itu juga sebagai fasilitas komersial yang pada ujungnya menimbulkan biaya logsitik bagi pengguna jasa.

“Dengan adanya CDP sebagai port destination hanya mengurangi YOR di terminal peti kemas namun tidak berpengaruh pada dwelling time. Ini yang harus kami luruskan jadi jangan kemudian importi atau pemilik barang di giring untuk masuk ke CDP,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (26/9/2016).

Adil mengatakan, keberadaan CDP saat ini hendaknya tidak mengganggu proses bisnis logistik yang sudah berjalan sesuai aturan kepabeanan yang berlaku, sebab pilihan untuk menentukan port destination barang impor itu ditentukan oleh shipper dan consigne dengan mempertimbangkan lokasi akhir gudang importir.

“Kalau pabrik atau gudangnya ada di wilayah barat seperti Tanggerang, Cikande dan sekitarnya tidak mungkin importirnya memilih port destinationnya CDP. Pasti akan pilih port destinationnya Pelabuhan Priok agar lebih efisien dan hemat biaya,” paparnya.

Impor

Menurut Adil, pilihan port destination CDP untuk barang impor bisa dimaklumi terhadap barang-barang impor yang dimiliki oleh importir yang lokasi fasilitas gudang akhirnya berada di Cikarang dan sekitarnya.

Sebab, imbuhnya, biaya penanganan barang impor dari pelabuhan asal hingga tujuan akhir atau port detination biasanya sudah termasuk dalam ocean freight.

“Jadi ini soal proses bisnis yang sudah dihitung detail oleh pemilik barang, tentunya mana yang lebih efisien pasti diambil tetapi jangan kemudian menggiring semua barang ke CDP karena justru akan menambah biaya logistik,” paparnya.

Wakil Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Erwin Taufan mengatakan, upaya mendorong fasilitas CDP sebagai solusi menekan dwelling time di Pelabuhan Priok merupakan hal yang kurang tepat.

“Tidak ada kaitannya peran CDP Jawa Barat itu dalam menekan dwelling time di Pelabuhan Priok. Sebab  terbukti selama ini dwelling time Priok bisa di tekan karena ada Permenhub 117/2015 tentang relokasi barang impor yang sudah melewati batas waktu penumpukan,” ujarnya.

Taufan mengatakan, untuk mempercepat dwelling time di Pelabuhan Priok dari saat ini sudah mencapai rata-rata 3,2 hari menjadi kurang dari 3 hari, hendaknya di berlakukan service level agreement (SLA) dari setiap kementerian dan lembaga (K/L) yang terlibat dalam proses ekspor impor, dengan menerapkan single risk management.

Selain itu, kata dia, memberlakukan Indonesia National Single Window (INSW) secara benar, juga mendorong perusahaan pelayaran asing melalui agen-nya di dalam negeri menerbitkan dokumen delivery order (DO) online dan beroperasi 24/7.

“Importir juga mesti diberikan edukasi supaya mempercepat pengeluaran barangnya di pelabuhan,” ujar dia.

 

(Bisnis)