Bupati Rohil: Kerukunan Umat Beragama Harus Dipertahankan

by

EKONOMIPOS.COM, ROHIL – Ancaman radikalisme dan perusakan akidah tidak boleh diremehkan, karena terbukti menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Kasus yang mencolok belum lama ini misalnya eksistensi Gafatar yang membuat maraknya kasus orang hilang atau berpisah dari keluarga karena memahami ajaran yang bersifat radikal.

Berkaitan dengan itu, Bupati Rokan Hilir, H Suyatno AMp, mengajak seluruh pihak mewaspadai ancaman yang pernah terjadi seperti Gafatar sebagai ancaman yang tidak kelihatan namun berbahaya.

“Mari kita semua bersikap waspada, pemerintah telah mengeluarkan sikap tegas soal Gafatar ini begitu juga MUI mengeluarkan fatwa. Dari itu mari kita bersikap waspada, perhatikan keberadaan gerakan yang mencurigakan di lingkungan masing-masing lalu bisa sampaikan kepada pihak terkait,” ungkap Bupati.

Ia bersyukur sejauh ini keberadaan Gafatar tak eksis di Rohil, meskipun begitu tidak tertutup kemungkinan gerakan tersebut memiliki pendukung yang bisa melakukan kegiatan secara sembunyi-sembunyi. Sikap waspada dan tegas harus dilakukan sejak dini agar mencegah terjadinya permasalahan disintegritas yang lebih membahayakan di masa mendatang.

Kepada alim ulama, tokoh masyarakat dan tokoh agama lainnya diimbau untuk bisa memberikan pemahaman kepada ummat, jamaahnya masing-masing untuk mengedepankan toleransi, pendekatan musyawarah dalam menyelesaikan setiap masalah. Selain itu harus dapat memahami ajaran agama dengan baik dan santun.

Jangan karena sedikit perbedaan saja menimbulkan pertikaian yang berlarut-larut melainkan harus secepatnya dicarikan solusi sehingga keamanan yang ada bisa dipertahankan.

Selaras dengan pernyataan Bupati Suyatno, sebagai sebagai dukungan nyata, Majelis Ulama Islam (MUI) kabupaten Rokan Hilir, turut menegaskan perlunya dilakukan penyebarluasan informasi kepada ummat mengenai bahaya radikalisasi dalam agama termasuk menangkal perkembangan paham yang berbahaya.

“Pemuka agama harus selalu mengingatkan agar ummat mengetahui gerakan radikal tak sesuai dengan ajaran Islam walaupun mengatasnamakan Islam, mereka sama dengan teroris dan jika mengetahui tentang orang yang terkait dengan radikalisme hendaknya di laporkan kepada polisi,” kata ketua MUI Rokan Hilir, Drs Wan Achmad Syaiful.

Sejauh ini, MUI tak menemukan adanya gerakan radikal hanya ditemui berbeda, paham Ahmadiyah di Dusun Mekar Saro, Kecamatan Pujud dan Salafi Wahabi.  Perbedaan pandangan di dalam Islam, kata Wan, sudah merupakan sunnatullah namun jangan sampai perbedaan itu menimbulkan perpecahan ataupun konflik. Diperlukan sikap saling toleransi untuk menghargai perbedaan yang ada tersebut.

Untuk meningkatkan upaya toleransi dan mencegah penyebaran radikalisasi agama, MUI Rokan Hilir telah menjadwalkan seminar pencerahan kepada ummat dengan judul Pemahaman Tauhid Fikih serta Memahami Perbedaan Pendapat.

Sementara itu, patut diketahui, sejak Kabupaten Rokan Hilir terbentuk pada 1999, relatif tidak ada pertikaian berakar karena konflik keyakinan. Hingga kini pula suasana kehidupan beragama terus didukung oleh pemerintah daerah, guna mengarahkan kehidupan beragama untuk umat dan kepentingan bersama telah tersedia tempat-tempat ibadah menurut agama yang dianut baik yang dibangun oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.

Ini diperkuat dengan pernyataan pihak Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas) yang menegaskan kabupaten Rokan Hilir, sejak terpisah dari Bengkalis pada tahun 1999 dari Bengkalis sampai saat ini masih dalam situasi aman dan kondusif, bahkan belum pernah terjadinya konflik agama, sosial ataupun etnis.

“Sekarang sejak terpisah tidak pernah lagi terjadi perang antar etnis,” kata kepala Kesbangpolinmas Rokan Hilir Suandi usai membuka kegiatan Sosialisasi Percepatan Proses Pembauran Bagi Masyarakat dan Pemberian Tanda Penghargaan Pembaruan Tahun 2016 di Bagansiapiapi.

 

Menurutnya kegiatan forum pembaruan kebangsaan merupakan program dari Kesbangpol Provinsi Riau yang sengaja dilaksanakan mengingat daerah memiliki banyak ras, suku dan agama.

Lewat kegiatan seperti ini diharapkan hendaknya dapat menyatukan persepsi sehingga tidak terjadi konflik agama, sosial, kemudian antar suku juga diharapkan bisa saling membaur, saling toleransi, dan mengerti bahasa maupun adat istiadat. Apabila sudah memahami semua itu kedepan diharapkan tidak menimbulkan konflik sosial baik yang terjadi dilingkungan sekitar maupun keluarga.

Disamping peran langsung dari pemerintah daerah berupa kebijakan pemangku jabatan, pemkab tidak menafikan pentingnya peran dari pihak lain yang perlu diberdayakan. Selain dari elemen negara seperti kepolisian, TNI, pemerintahan yang harus diberdayakan adalah Forum Kerukunan Ummat Beragama (FKUB).

Baru-baru ini FKUB Rokan Hilir telah menunjukkan kepedulian yang terhadap antisipasi merebaknya kekerasan atas nama agama yang bisa memecah belah persatuan dan kesatuan.

Merespon sekaligus sebagai upaya nyata menekan terjadinya insiden yang merupakan dampak dari kasus di Tolikara, pemkab mengadakan silaturrahmi Forkompimda dengan FKUB serta pembacaan dan penandatanganan komitmen bersama kerukunan antar ummat beragama di Rokan Hilir, yang dipusatkan di kantor bupati jalan Merdeka, Bagansiapiapi waktu lalu.(Adv/Us)