EKONOMIPOS.COM (EPC), PEKANBARU – Petani sayur di Pekanbaru mengeluhkan ulah tengkulak yang mempermainkan harga jual sayur mereka. Sementara para petani tidak mempunyai pilihan lain untuk menjual hasil pertanian mereka. Hal ini karena tidak ada pasar khusus menampung hasil pertanian seperti bayam, kangkung, sawi dan sebagainya.
“Tengkulak dalam menampung pertanian kami menentukan harga sayur. Petani di Desa Karya Indah Kecamatan Tapung Kampar tidak berdaya,” kata Ketua Gabungan kelompok tani Argo Percasi Suwarno di Pekanbaru, Minggu (17/9/2017).
Suwarno menjelaskan kendala pemasaran ini membuat petani tidak menikmati keuntungan seharusnya, sebaliknya para tengkulak justru mendapat selisih harga besar.
Ini bisa dibandingkan dari jauhnya selisih harga tolak ditingkat petani dengan eceran di pasar tradisional hampir lima kali lipat. Misalkan, ia mencontohkan harga seikat sayur bayam di ladang ditolak Rp 500 per ikat, padahal tiba di pengecer sudah mencapai Rp 2.500 per ikat.
Selain itu kendala lain yang dihadapi tiap tahun saat harga sayur meningkat petani tidak bisa langsung menikmatinya, harus berlangsung lama terlebih dahulu, sebaliknya jika pasaran jatuh keesokan harinya tengkulak langsung menerapkan harga murah.
“Kalau harga naik sudah lama dulu baru kami nikmati, sementara jika turun besok langsung terjadi,” tambahnya.
Ia menambahkan permasalahan permasalahan lainnya yakni kekhawatiran kelangsungan lahan pertanian sayur ke depan, dimana adanya penggusuran akibat alih fungsi menjadi bangunan dan perumahan.
“Kami petani yang di Desa Karya Indah Kecamatan Tapung Kampar adalah hasil penggusuran dari Kertama Pekanbaru. Di tempat ini juga menumpang kalau petani digusur bagaimana bertahan lahan makin menyempit,” tuturnya.
Karena itu ia berharap pemerintah setempat agar memberikan solusi bagi masalah mereka, sebab hampir 90 sayuran dan holtikultura di Pekanbaru dipasok oleh petani lokal. (*)