Transaksi di Perbatasan Dibatasi, Warga Meranti Sulit Dapatkan Sembako

by

EKONOMIPOS.COM (EPC), SELATPANJANG – Kementerian Perdagangan RI dinilai tak kunjung memberi solusi terkait perdagangan lintas batas di Kepulauan Meranti. Lambannya respons kementrian ini dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak masyarakat.

Bupati Irwan Nasir bahkan mengaku sudah berkali-kali mengemukakan permasalahan ini ke Kemendag.

“Harga kebutuhan pokok setiap tahun pasti semakin mahal dan langka, mungkin dampak di daerah lain tidak begitu besar. Namun, di Meranti harga itu bisa berlipat ganda kenaikannya dibandingkan daerah lain,” kata Irwan Nasir, Jumat (17/11/2017).

Bupati juga mengatakan, sebelum ketatnya aturan perdagangan lintas batas, kehidupan masyarakat Meranti sangat sejahtera. Masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan sembako dan kebutuhan lainnya dari Malaysia melalui Batu Pahat.

“Saat ini sudah dibatasi dengan nilai transaksi, kalau lebih dari nilai yang ditentukan, pedagang bisa ditangkap,” urai dia.

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Meranti, Irwan mengatakan, pedagang terpaksa membeli barang dari Medan, Sumatera Barat hingga Pulau Jawa menuju Meranti. “Akibatnya harga pun melambung hingga dua kali lipat,” ujar Irwan.

Terpisah, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepulauan Meranti, Muzamil menyatakan nilai wajar untuk transaksi pedagang lintas batas di Meranti minimal sebesar RM6000 atau sekitar Rp 19 juta.

“Nilai itu tidak lah besar bagi para pedagang lintas batas, karena pedagang lintas batas diperkenankan melakukan perdagangan hanya sebulan sekali. Terlebih, pedagang lintas batas harus mengeluarkan biaya untuk membeli bahan bakar kapalnya,” ujar Muzamil.

Muzamil menuturkan, sekali sebulan pedagang lintas batas di Meranti pada umumnya membawa hasil komoditas berupa kelapa, kopi dan sagu ke Malaysia. Mereka berlabuh dari pos pelabuhan lintas batas yang berada di Selatpanjang dan Kecamatan Merbau.

Pulang dari Malaysia, para pedagang membawa beras dan barang-barang kebutuhan masyarakat lainnya yang nilainya tidak lebih dari RM600 atau Rp 1,9 juta. “Kita bisa bayangkan sendiri lah berapa banyak barang kebutuhan yang bisa dibeli dengan uang Rp 1,9 juta, tidak banyak. Apalagi hanya sebulan sekali,” ujarnya. (*)