Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Menguat di Perdagangan Pasar Spot Pagi Ini

by

EKONOMIPOS.COM–Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Aliran modal ke pasar keuangan Tanah Air masih jadi penyebab keperkasaan rupiah.

Pada Rabu (10/2/2021), US$ 1 setara dengan Rp 13.990 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Namun beberapa menit kemudian rupiah berhasil terapresiasi. Pada pukul 09:10 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 13.980 di mana rupiah menguat 0.07%.

Penguatan rupiah akan ditopang oleh derasnya arus modal asing, utamanya ke pasar obligasi pemerintah. Kepercayaan investor terhadap instrumen ini sedang tinggi-tingginya.

Hal itu tercermin dari Credit Default Swap (CDS) obligasi pemerintah Indonesia yang terus turun. Per 8 Februari 2021, CDS Indonesia tenor lima tahun berada di 68,45 basis poin (bps), terendah sejak awal bulan lalu.

CDS menggambarkan premi risiko surat utang. Semakin rendah CDS, semakin rendah pula risiko gagal bayar alias default.

CDS Indonesia yang rendah menandakan investor yakin bahwa obligasi pemerintah adalah aset yang aman. Sudah aman, cuan pula.

Saat ini selisih imbal hasil (yield) antara obligasi pemerintah Indonesia dan obligasi pemerintah AS yang sama-sama bertenor 10 tahun ada di 495,75 bps. Tentu sangat menggiurkan bukan?

Nah, arus modal yang bakal deras menuju pasar Surat Berharga Negara (SBN) akan mendukung penguatan nilai tukar rupiah. Sebab kalau mau borong SBN memangnya pakai apa kalau bukan rupiah?

Selain itu, faktor eksternal juga berperan dalam penguatan rupiah. Sang lawan, dolar AS, kebetulan sedang loyo sehingga tidak sulit ditaklukkan.

Pada pukul 07:39 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,53%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini sudah terpangkas 0,8%.

Selain akan membuat pasokan dolar AS membludak, stimulus fiskal juga berisiko menyebabkan pembengkakan defisit transaksi berjalan (current account).

Pada kuartal III-2020, defisit transaksi berjalan AS tercatat 3,37% dari PDB. Ini adalah yang terdalam sejak kuartal IV-2008.

Stimulus fiskal akan mendorong dunia usaha dan rumah tangga untuk menggenjot permintaan. Lebih banyak permintaan tentu lebih banyak impor sehingga membebani transaksi berjalan, yang merupakan neraca ekspor-impor barang dan jasa.

Transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi nilai tukar mata uang. Jika defisit, maka pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa (yang berorientasi jangka panjang) sedang seret sehingga mata uag bergantung kepada aliran modal di sektor keuangan alias hot money. ‘Uang panas’ ini gampang keluar-masuk sehingga membuat nilai tukar mata uang menjadi tidak stabil.

“Investor cemas bahwa stimulus fiskal AS akan menmperdalam defisit transaksi berjalan. Jadi dalam jangka panjang, ada ketidakseimbangan struktural yang membuat dolar AS berisiko dalam tren melemah,” kata Shaun Osborne, Chief FX Strategist di Scotiabank yang berkedudukan di Toronto (Kanada), sebagaimana diwartakan Reuters.

Situasi ini berpotensi membuat rupiah kembali di atas angin.Mata uang Ibu Pertiwi masih punya ruang untuk kembali menguat.(detikcom)