EKONOMIPOS.COM (EPC), JAKARTA – Pemerintah tidak mau tergesa-gesa mengurangi impor tembakau sebagai langkah awal aksesi dan ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Seluruh kementerian terkait diminta menghimpun data dan menghitung secara cermat kebutuhan dalam negeri.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan porsi impor tembakau mencapai sekitar 42%. Arahan Presiden Joko Widodo, sebisa mungkin impor tembakau itu diturunkan.
“Sebenarnya dari dulu kita juga impor, maka itu dipelajari dulu berapa banyak kita impor, kemudian membuat aturannya bisa benar. Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian agar membuat hitung-hitungannya dulu,” ujarnya usai mengikuti rapat terbatas pengendalian tembakau di Istana Negara yang dilansir dari Bisnis, Rabu (15/6)
Darmin menjelaskan persoalan aksesi dan ratifikasi FCTC bukan hanya masalah kesehatan. Langkah pemerintah dalam mengendalikan tembakau nantinya juga berpengaruh terhadap penerimaan negara dari pos kepabeanan dan cukai.
Mengutip Anggaran Pendapatn dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016, pemerintah menargetkan penerimaan komponen kepabeanan dan cukai sebesar Rp186,5 triliun. Nilai itu turun tipis dari APBNP 2015 yaitu Rp195 triliun.
Dari jumlah tersebut, cukai menjadi kontributor utama dengan porsi mencapai 78% senilai Rp146,6 triliun.
Menteri Perindustrian Saleh Husin membenarkan pengurangan impor tembakau akan berdampak pada sisi produksi yang ujung-ujungnya melemahkan penerimaan negara dari cukai dan pajak pertambahan nilai (PPN) tembakau.
Selain itu, ada lebih dari 6 juta orang tenaga kerja di sektor tembakau yang juga perlu menjadi perhatian.
Menteri Kesehatan Nina F. Moeloek menjelaskan akan berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait aksesi dan ratifikasi FCTC, seperti yang diarahkan oleh Presiden Jokowi.
Dia mengakui, pengurangan impor pada gilirannya menekan produksi akan berdampak pada perubahan penerimaan cukai dan jumlah pelaku usaha.
“Kata Presiden, semua harus komprehensif, tidak hanya dari sisi kesehatan, tapi lain-lainnya harus diperhitungkan agar kita bijak mengambil keputusannya. Ini baru rapat pertama, tunggu rapat lainnya,” kata Nina.
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati menuturkan langkah pengurangan impor demi kepentingan FCTC tidak tepat karena industri telah memiliki peta jalan yang disusun bersama Kemenperin.
“Kalau misal mau mengurangi impor, bisa tidak kekurangannya dipasok dari dalam negeri? Kalau tidak, ya jangan. Jangan FCTC menentukan arah kebijakan Pemerintah. Kepentingan nasional jangan sampai ditentukan oleh desakan eksternal.”