Bencana Iklim Itu Nyata, Masalah Pangan Masa Depan Akan Terjadi, “Ngeri, Kita Harus Hati-Hati”

by
Tanah kekeringan akibat perubahan cuaca (Foto: Ilustrasi/pixabay)

Pemerintah Indonesia tengah dihadapkan pada kecemasan tinggi terhadap berbagai tantangan dan ancaman bencana iklim yang berpotensi muncul akibat klaim change dunia, sehingga akan berdampak terhadap masalah ketahanan pangan di masa akan datang.

Hal ini disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi 2024 di Istana Negara yang juga berlangsung secara daring, Jumat, 14 Juni 2024.

Menurut Jokowi, penting untuk meningkatkan kewaspadaan atas potensi bencana iklim dan berbagai tantangan masa depan, dengan mengutip peringatan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres yang menyebut, “Dunia sedang menuju ‘neraka iklim’.”

“Kita harus tetap waspada dan hati-hati. Tantangan ke depan tidak mudah. Saya kira Bapak-Ibu semua sudah mendengar peringatan dari Sekjen PBB bahwa dunia menuju pada neraka iklim. Ngeri. Neraka iklim. Suhu akan mencapai rekor tertinggi lima tahun ke depan, hati-hati,” ujar Jokowi.

Menurutnya, Indonesia telah mengalami gelombang panas dalam setahun terakhir. Ia menyoroti suhu panas ekstrem yang terjadi di India, mencapai 50 derajat Celcius, dan di Myanmar mencapai 45,8 derajat Celcius.

Mengutip laporan FAO yang memperkirakan dunia akan mengalami kekeringan pada tahun 2050 yang berdampak pada kekurangan pangan. Inilah yang disebut dengan bencana iklim. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya mengantisipasi kekeringan dan gelombang panas yang dapat mempengaruhi produksi pangan dan inflasi.

“Artinya apa? Jangan main-main urusan kekeringan. Jangan main-main urusan gelombang panas. Larinya nanti bisa ke inflasi. Begitu stok tidak ada, produksi berkurang. Produksi berkurang, stok tidak ada, artinya harga pasti akan naik. Otomatis itu. Hukum pasar memang seperti itu,” kata Presiden.

Untuk mengatasi masalah ini, Presiden menginstruksikan Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bekerja sama dengan TNI untuk memasang pompa air. Setidaknya, sekitar 20 ribu pompa akan dipasang di daerah-daerah produksi pangan, terutama daerah penghasil beras.

“Saya cek kemarin di Jawa Tengah sudah masuk 1.400 pompa, tapi akan tambah lagi, terutama di daerah produksi. Saya akan cek di lapangan, sehingga saat kering karena El Nino nanti di beberapa wilayah mungkin di bulan Juli sudah mulai, mungkin yang masuk ke Agustus, September, Oktober kita siap, sehingga produksi tidak turun. Itu golnya kenapa dipasang pompa,” tambahnya.

Selain pemasangan pompa, pemerintah memiliki target membangun 61 waduk dan bendungan dalam 10 tahun. Hingga saat ini, 43 waduk dan bendungan telah diresmikan. Namun, pembangunan ini memerlukan sistem irigasi yang baik, termasuk saluran primer, sekunder, dan tersier agar air sampai ke sawah sehingga meningkatkan produksi pertanian dan perkebunan.

Presiden juga menekankan pentingnya penerapan teknologi untuk meningkatkan produksi pada sektor pertanian dan perkebunan.

“Sekarang adalah eranya teknologi, eranya smart system. Utamanya di kabupaten kita harus bisa meng-upgrade sistem perekonomian kita menjadi smart agriculture, terutama untuk unggulan-unggulan di daerah masing-masing,” ujarnya.

Dia mengajak untuk mengundang investasi dalam membangun industri pengolahan agar nilai tambah dari setiap produksi pertanian dan perkebunan meningkat.

“Bangun juga sistem distribusi yang terintegrasi. Ini sudah dilakukan sekarang oleh RRT. Sehingga sistem distribusinya benar-benar terintegrasi. Saya kira kalau koordinasi pusat dan daerah bisa berjalan, apa yang saya sampaikan akan bisa kita lakukan,” ujarnya.***