EKONOMIPOS.COM (EPC),SRAGEN – Sulami (37), penderita penyakit langka Ankylosing spondylitis dari Dusun Selorejo, Desa Mojokerto, Kecamatan Kedawung, Sragen, Jawa Tengah, masih menjadi perbincangan hangat.
Bukan saja karena penyakitnya yang langka dan membuat tubuhnya kaku bak kayu, tapi juga karena biaya yang harus dikeluarkan untuk berobat mencapai setengah miliar. Biaya ini terhitung beberapa hari setelah Sulami dirawat di RSUD Dr Moewardi, Solo.
Untungnya, kini Sulami bisa bernapas lega lantaran dirinya masuk dalam jaminan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Jadi, semua biaya pengobatan ditanggung pemerintah.
“Tadi setelah mendapatkan laporan dan bertemu dengan tim dokter ternyata kebutuhan biaya pengobatan Sulami ini mencapai Rp480 juta. Ini baru perkiraan kasarnya saja. Sebab, penyakit jenis Ankylosing spondylitis ini kan termasuk penyakit yang sangat langka,” jelasnya Direktur Jenderal (Dirjen) Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial (Kemensos) Hartono Laras, seperti dilansir Radar Solo.
Karena belum banyak rumah sakit yang bisa menangani kasus ini karena sangat langkah, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan RSUP Dr Sarjito Jogjakarta sampai mengajukan permohonan untuk merawat Sulami.
“Banyak pihak yang ingin menjadikan Ankylosing spondylitis sebagai objek penelitian. Tapi karena tim dokter masih dalam tahapan observasi penyakit ini, maka diputuskan untuk tetap di Dr Moewardi. Barulah ketika nanti perlu penanganan lebih jauh akan diambil tindakan lanjutan. Tentunya semua yang memutuskan adalah tim dokter yang menangani,” urai Hartono.
Selain itu, untuk perawatan di kota lain harus memperhitungkan pula aspek keluarga yang mendampingi. Sebab, Sulami selama ini hanya dirawat oleh sang nenek yang sudah lanjut usia. Karena itu, Kemensos juga akan memberikan bantuan untuk biaya operasional keluarga yang tiap harinya merawat Sulami
Bahkan Kemensos juga tidak lupa memberikan bantuan yang mendukung kebutuhan sehari-hari bagi Sulami dan keluarga. Mulai dari bantuan beras sejahtera (rastra) tiap bulan 15 kilogram, program keluarga harapan (PKH), rumah tidak layak huni (RTLH) untuk rehab bangunan sebesar Rp15 juta dan juga asistensi lanjut usia (aslut) sebesar Rp200 ribu per bulan untuk sang nenek. Sedangkan keluarga lainnya juga telah mendapatkan jaminan kesehatan melalui program KIS.
“Kalau yang sakit kan sudah ter-cover semua lewat BPJS. Tapi yang mendampingi ini kan juga butuh biaya. Makanya kami juga mengutamakan untuk meng-cover keluarga yang mendamping. Termasuk biaya operasional selama perawatan berlangsung juga akan ditanggung,” jelasnya.
Untuk itu Hartono juga mengapresiasi tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK) yang cukup sigap menangani permasalahan Sulami dan keluarga kurang berada ini. Ada sebanyak 7.094 relawan di seluruh penjuru Indonesia sudah memiliki grup Whatsapp sebagai jejaring informasi penanganan warga masyarakat yang membutuhkan biaya.
“Relawan ini cukup sigap menangani. Bahkan saat ada informasi semacam kasus Sulami kemarin, konfirmasi yang valid bisa didapat kurang dari satu jam. Ini kan sebagai wujud negara juga hadir di masyarakat,” jelasnya.
Tidak hanya Sulami, ada satu lagi kasus serupa yang ditemukan di Sragen. Pasien adalah Rodiyah (37) warga Watubuncu, Desa Jeruk, Kecamatan Miri, Sragen. Kondisinya cukup parah karena persendiaannya tidak bisa digerakkan. Termasuk juga jari-jari tangan dan pergelangan kaknya yang sudah kaku. (**)