EKONOMIPOS.COM (EPC), TEMBILAHAN – Selain isi buahnya yang dimanfaatkan untuk bahan baku konsumsi seperti kebanyakan pada saat ini, sabut kelapa Inhil ternyata juga telah menunjukan kelasnya sebagai bahan baku berkualitas impor.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI), menemukan jika sabut kelapa Inhil sesuai dengan kriteria yang diminta oleh importir.
Ketua AISKI Evri Ramli menuturkan, sebagai pelaku usaha sabut kelapa, untuk menjual sabut dirinya harus menyiapkan kualitas yang sesuai dengan permintaan importir, dan jika dibandingkan dengan India dan Sri Lanka yang juga negara penghasil kelapa. Menurutnya kualitas Inhil lebih baik.
“Importir semuanya, importir ada dari Italia, Jepang, lokal pun banyak, lokal sini banyak, terus ada juga dari UK. Itu (Importir) semua persyaratannya sama dan hanya di Inhil saya temukan spesifikasi yang diinginkan importir itu,” ujar Evri beberapa waktu lalu.
Selain itu, fakta mengenai sabut kelapa Inhil lainnya diungkapkan oleh Evri adalah, harus terlebih dulu menyortir untuk bahun baku yag berasal dari luar Inhil, sementara menurut penelitiannya, bahan baku dari Inhil ini tidak perlu disortir lagi.
“Itu sabut Inhil butiran–butiran besarnya di atas 80 persen, sementara di daerah lain butiran besar itu hanya 60 persen. Jadi butiran besar itu fungsi pokoknya menyerap air, semakin besar dia tentu semakin banyak air yang diserapnya dan itu yang dibutubkan mereka (importir),” pungkasnya.
Meskipun Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) memiliki sabut kelapa berkualitas impor, namun bisnis sabut kelapa di Inhil masih belum menarik minat masyarakat.
Evri Ramli, faktor yang membuat bisnis sabut kelapa belum menarik di Inhil adalah masalah cost (biaya) dari transportasi untuk mengirim barang yang mahal.
“Makanya bisnis ini menjadi tidak menarik di Inhil. Padahal di satu sisi dia punya nilai tambah, sementara disisi lain dia punya biaya akomodasi yang mahal,” ujar Evri Ramli. (*)