EKONOMIPOS.COM (EPC), JAKARTA – Perusahaan baju merek Polo Ralph Lauren berencana melakukan restrukturisasi bisnisnya secara besar-besaran. Salah satunya, melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 8 persen dari 26.000 pegawai atau 2.080 pegawai di seluruh dunia pada tahun ini. Namun, dari 26.000 pegawai tersebut, 11.000 orang merupakan pekerja paruh waktu.
Seperti dilansir CNN, Rabu (8/6), PHK ini juga menjadi lanjutan atas PHK tahun lalu yang mencapai 5 persen. Dengan begitu, perusahaan asal Amerika Serikat ini telah mengurangi 13 persen pekerja dalam waktu dua tahun.
Pendirinya, Ralph Lauren mengaku mendukung rencana CEO Polo baru, Stefan Larsson. Menurut dia, CEO baru sudah mengetahui kemana arah perusahaan sesungguhnya.
“Saya percayakan ‘anak’ saya dengan dia, dan ‘anak’ saya harus tumbuh,” ujar Lauren.
Selain melakukan PHK, perseroan juga akan menutup 50 toko yang mengalami kerugian. Saat ini perusahaan memiliki 493 toko, termasuk 216 di Amerika Serikat.
Larrson mengakui pihaknya menderita akibat kalah bersaing dengan perusahaan fashion baru seperti H & M, Zara dan Forever 21. Sebab, Polo belum bisa beradaptasi dengan cepat adanya merek-merek baru.
Merek Polo ini hanya bergantung pada penjualan di pusat-pusat perbelanjaan yang terbesar di seluruh dunia. Hal ini membuat saham perusahaan anjlok 40 persen pada tahun lalu. Sedangkan, hingga saat ini, saham perusahaan sudah anjlok 20 persen.
Ralph Lauren mengatakan rencana restrukturisasi ini akan menelan biaya USD 400 juta, termasuk USD 95 juta untuk pesangon para pegawai yang dipecat dan USD 205 juta untuk menghentikan 50 tokonya. Dia berharap PHK ini akan menghemat antara USD 180 juta hingga USD 220 juta.