Chevron Bakal PHK 20% Karyawannya Karena Efisiensi Anggaran

by

Perusahaan migas raksasa, Chevron, dikabarkan akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 15% hingga 20% dari karyawannya. Keptusan ini karena perusahaan migas asal Amerika Serikat itu akan melakukan efisiensi anggaran perusahaan.

Perusahaan tersebut, kini harus melakukan perubahan untuk menjawab berbagai tantangan industri di sektor migas. Sehingga efisiensi menjadi strategi perusahaan, termasuk pembengkakan biaya, keterlambatan proyek, serta proses akuisisi besar yang masih terganjal sengketa hukum.

Reuters, melaporkan bahwa Chevron—yang merupakan perusahaan minyak terbesar kedua di AS—tengah berupaya memangkas biaya hingga USD 3 miliar melalui optimalisasi teknologi, penjualan aset, serta perubahan metode dan lokasi kerja.

Perusahaan juga menghadapi tekanan akibat lemahnya margin produksi bensin dan solar, yang menyebabkan unit penyulingannya mencatat kerugian untuk pertama kalinya sejak 2020.

Chevron saat ini mengalami sejumlah tantangan, termasuk keterlambatan proyek di ladang minyak raksasa Kazakhstan serta sengketa hukum yang menghambat akuisisi Hess senilai USD 53 miliar.

Akuisisi ini diharapkan dapat memperkuat posisi Chevron di ladang minyak Guyana, tetapi masih terkendala perselisihan dengan Exxon Mobil. Sementara itu, Exxon justru mencatat rekor produksi di Guyana serta ladang minyak terbesar AS, membuat persaingan di industri semakin ketat.

Pada akhir 2023, Chevron tercatat memiliki 40.212 karyawan. Jika PHK mencapai 20%, sekitar 8.000 pekerja akan terdampak, di luar 5.400 karyawan yang bekerja di jaringan stasiun layanan Chevron.

Wakil Ketua Chevron, Mark Nelson, menyatakan bahwa keputusan PHK ini diambil untuk menyederhanakan struktur organisasi, meningkatkan eksekusi, serta memperkuat daya saing perusahaan dalam jangka panjang.

“Keputusan ini tidak diambil dengan mudah, dan kami akan memastikan dukungan bagi karyawan yang terdampak,” ujar Nelson, dikutip dari Reuters.

Sebagai bagian dari proses restrukturisasi, Chevron akan mengizinkan karyawan untuk mengajukan pengunduran diri sukarela hingga April atau Mei. Selain itu, perusahaan berencana mengumumkan struktur kepemimpinan baru dalam dua minggu mendatang.

Gelombang konsolidasi terus melanda industri minyak dan gas global, dengan perusahaan besar lebih memilih strategi akuisisi dan efisiensi operasional dibandingkan eksplorasi sumur baru. Exxon Mobil, misalnya, baru saja mengakuisisi Pioneer Natural Resources untuk memperkuat dominasinya di Cekungan Permian serta terus memperluas eksplorasi di Guyana, yang telah menghasilkan lebih dari 11 miliar barel minyak.

Bagi Chevron, kegagalan dalam mengakuisisi Hess bisa menjadi pukulan berat, terutama setelah kalah dari Occidental Petroleum dalam perebutan Anadarko Petroleum pada 2019. Saat ini, cadangan minyak dan gas Chevron berada di titik terendah dalam satu dekade, menimbulkan kekhawatiran atas masa depan jangka panjang perusahaan tanpa akuisisi besar.

Sebagai bagian dari transformasi, Chevron telah memindahkan kantor pusatnya dari San Ramon, California, ke Houston, serta melakukan perombakan jajaran manajemen. Perusahaan juga mengumumkan pembentukan pusat teknologi di India, yang akan menjadi fasilitas teknologi terbesar di luar AS.

Langkah efisiensi ini menunjukkan bahwa Chevron berupaya memperkuat daya saingnya di tengah dinamika industri yang semakin kompetitif. Namun, keberhasilan strategi ini masih bergantung pada kemampuannya dalam menavigasi tantangan bisnis dan mempertahankan posisi di pasar energi global.***

Sumber: Bisnis.com