Begini Perjuangan Siswa Papua Belajar Membaca

by
(Ilustrasi)

EKONOMIPOS.COM (EPC),JAKARTA – Sudah menjadi rahasia umum bahwa pendidikan di pedalaman Papua masih serba terbatas, bahkan memprihatinkan. Di SD Inpres 62 Gaya Baru, Manokwari, Papua Barat misalnya, masih mengalami kekurangan guru. Bahkan, proses belajar-mengajar tidak terjadi setiap hari, tergantung dari kedatangan siswa dan gurunya.

Kondisi tersebut membuat hasil belajar siswa sangat mengecewakan. Untuk membaca saja, mereka belum lancar. Anak-anak juga cenderung malu melihat orang asing datang, dan memilih berlari menjauh.

“Sekarang sa su bisa baca! Baru, sa su berani cerita depan sa pu teman-teman ee (Sekarang saya sudah bisa membaca. Saya juga sudah berani bercerita di depan teman-teman),” ujar salah satu siswa kelas II, Agus Ainusi.

Agus menjadi salah satu siswa SD Inpres 62 Gaya Baru yang kini mulai bisa membaca. Hal itu bisa terwujud lantaran satu tahun terakhir para guru di sekolah tersebut menjalani serangkaian pelatihan. Para guru belajar bagaimana mengajar dengan suasana gembira, membuat anak aktif dan berani bertanya, serta cara mengajari anak-anak kelas awal bisa membaca dengan terampil.

“Kami menggunakan Buku Paket Kontekstual Papua (BPKP) untuk mengajar anak-anak kelas awal. Untuk anak-anak yang lamban membaca kami gunakan Buku Bacaan Berjenjang (B3),” ujar salah satu guru, Satriani.

Dia menjelaskan, BPKP adalah paket buku untuk anak kelas I-III yang ditulis dengan bahasa Indonesia dialek Papua. Ilustrasi dan contoh-contoh yang ada di buku ini dipilih dari hal-hal yang ada di Papua, dan dimengerti oleh anak-anak di sana. Sedangkan B3 adalah paket buku bacaan untuk membantu anak-anak belajar membaca.

Pendampingan dan pelatihan sendiri sudah berlangsung satu tahun terakhir dengan dibantu oleh USAID Prioritas. Kepala Sekolah SD Inpres 62 Gaya Baru, Beatrix Krey mengatakan, saat ini peningkatan mutu peserta didik dibahas dalam pertemuan setiap dua minggu dengan para guru. Salah satu yang dibahas, yakni kehadiran siswa.

“Jika ada siswa yang tidak hadir, ditugaskanlah seorang guru untuk mengunjungi orangtua si siswa. Mereka juga membahas kemajuan masing-masing siswa. Jika ada siswa yang lambat belajar, belum bisa membaca, maka guru kelas akan memberikan perhatian khusus dan pendampingan khusus supaya si siswa bisa mengejar kemampuan kawan-kawannya,” sebut Beatrix.

Meski fasilitasnya masih mengalami keterbatasan, para siswa sudah mengalami berbagai kemajuan. Seorang guru bernama Dorman bahkan berinisiatif menyediakan taman baca yang digunakan secara bergilir untuk proses belajar-mengajar. (**)