EKONOMIPOS.COM, JAKARTA – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, secara resmi mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 2.000, Senin (17/11) malam. Ini artinya, BBM jenis premium naik menjadi Rp 8.500 per liter dari sebelumnya Rp 6.500 per liter.
Begitu juga dengan harga jual solar, yang naik menjadi Rp 7.500 per liter dari harga Rp 5.500 per liter. Atas pengumuman kenaikan harga BBM bersubsidi yang tidak populer di mata rakyat Indonesia ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan tanggapannya.
Menurut JK, pemerintahan Jokowi-JK saat ini justru siap untuk mengumumkan kebijakan yang dianggap tidak populer seperti kenaikan harga BBM bersubsidi. “Kalau pemerintahan yang dulu (Presiden SBY), BBM naik, yang umumkan menteri. BBM turun, yang umumkan baru Presiden. Kalau yang sekarang, BBM naik, presiden yang umumkan. Kalau BBM turun, baru menteri yang umumkan. Kami siap untuk umumkan kebijakan yang tidak populer,” kata JK di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Selasa (18/11).
Menurut JK, pemerintah saat ini mengambil kebijakan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, untuk menurunkan risiko yang lebih besar lagi. JK menjelaskan, alasan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi hanya sebesar Rp 2.000 adalah lantaran harga minyak dunia sudah turun beberapa angka.
Namun, nilai tukar rupiah masih melemah terhadap dollar Amerika Serikat. “Jadi kami hitung Rp 2.000 itu jumlah yang masih bisa dibeli oleh masyarakat,” jelas JK.
Catatan saja, pemerintah semalam mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 2.000. Kenaikan ini berlaku mulai Selasa (18/11) pukul 00.00 WIB.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menambahkan, kenaikan BBM tersebut akan berdampak pada kenaikan inflasi secara keseluruhan di akhir tahun 2014. “Perkiraan inflasi akhir tahun 2014 akan ada kenaikan di kisaran 2%. Jadi kalau awalnya inflasi akhir tahun sebesar 5,3%, dengan kenaikan ini inflasi akhir tahun jadi 7,3%,” kata Bambang.
Menurutnya, kenaikan BBM ini juga akan berdampak pada inflasi di bulan Januari dan Februari 2015. Tapi, kata dia, dampaknya tidak besar. Yang jelas, kata Bambang, dengan naiknya harga BBM ini bisa mengurangi defisit APBN 2015 di kisaran 2,2%.