EKONOMIPOS.COM (EPC),JAKARTA – Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Hindun Mulaika menyatakan dukungan terhadap penggunaan komoditas batu bara sebagai elemen utama untuk memberdayakan pembangkit listrik, diperkirakan dapat menghambat pengembangan energi terbarukan.
“Dukungan terhadap PLTU batu bara hanya akan mengunci dan memperlambat pengembangan energi terbarukan di Indonesia,” kata Hindun dalam rilis di Jakarta, Jumat (9/9/2016).
Menurutnya, kurangnya sumber energi yang dialami 13%-15% penduduk Indonesia sebenarnya dapat diselesaikan oleh sumber energi terbarukan yang dapat diambil langsung dari sumber lokal, baik itu panas bumi, air, matahari, maupun angin.
Dia juga berpendapat desentralisasi listrik adalah sistem terbaik untuk menjangkau masyarakat di daerah kepulauan, sehingga dapat menciptakan beragam manfaat antara lain tidak akan banyak hilang daya di transmisi dan akan lebih efisien secara biaya.
“Jadi jelas PLTU batu bara skala besar bukanlah jawaban solusi keadilan energi di Indonesia. Itu adalah informasi salah yang selalu diungkapkan kepada masyarakat Indonesia agar bisnis pertambangan batu bara bisa terus berlangsung di tengah lesunya permintaan pasar global,” paparnya.
Hindun mengingatkan tidak hanya dampak perubahan iklim, tetapi polusi udara yang dikeluarkan oleh PLTU batu bara juga mengancam kesehatan masyarakat. Sebagaimana diketahui, polusi batu bara dapat menyebabkan berbagai macam penyakit pernapasan, stroke, penyakit jantung sampai kanker paru.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Jarman memperkirakan kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap pada 2019 akan mencapai 166,2 juta ton.
“Kebutuhan batu bara tersebut meningkat dibandingkan dengan saat ini yang hanya 87,7 juta ton,” katanya saat “workshop” Building Pathways For High Efficiency Low Emissions (HELE) Coal Technology In Indonesia di Jakarta, Selasa (6/9).
Menurut dia, peningkatan kebutuhan batu bara tersebut akibat adanya program pembangunan pembangkit 35.000 MW dan ditambah 7.000 MW dalam tahap pembangunan yang masih didominasi PLTU batu bara.
Dia mengatakan sebanyak 56,97% dari program 35.000 MW berupa PLTU batu bara, sedangkan kapasitas total PLTU akan meningkat 25.828 MW pada 2019. Akibat program tersebut, lanjutnya, pada 2019 rasio elektrifikasi akan meningkat menjadi 97,35% dari posisi Desember 2015 sebesar 88,3%.
Jarman mengatakan peningkatan rasio elektrifikasi tersebut tetap mengandalkan PLTU batu bara. “Alasannya harga beli listrik PLTU batu bara masih paling murah dan cadangan batu bara masih yang terbesar yaitu 29,48 miliar ton dibandingkan minyak bumi,” ujarnya.
(Bisnis)