Hari pertama gencatan senjata antara Israel dan Palestina, tercatat lebih dari 550 truk bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza melalui perbatasan Rafah, pada Minggu, 19 Januari 2025. Bantuan ini diharapkan menjadi awal pemulihan bagi masyarakat Palestina yang terdampak agresi berkepanjangan.
Dilansir dari Anadolu Agency, Senin, 20 Januari 2025, Kementerian Dalam Negeri Gaza melaporkan, total ada 552 truk telah tiba, termasuk 242 truk yang diarahkan khusus untuk wilayah utara Gaza, untuk membawa bahan bakar, perlengkapan medis, serta kebutuhan pokok seperti sayur-mayur dan buah-buahan.
Pemerintah mengklaim bahwa berbagai upaya terus dilakukan untuk memastikan lebih banyak truk bantuan masuk ke Gaza, demi memenuhi kebutuhan masyarakat.
Media Mesir Al-Qahera News dalam laporannya amenyebutkan 330 truk lainnya, termasuk 20 truk berisi bahan bakar, memasuki Gaza melalui perbatasan Al-Auja dan Kerem Shalom yang dikelola Israel. Bantuan ini menjadi bagian dari langkah besar untuk meredakan krisis kemanusiaan yang telah menelan puluhan ribu korban jiwa.
Gencatan senjata resmi dimulai pukul 11.15 waktu setempat, setelah sempat tertunda hampir tiga jam akibat perselisihan terkait rilis nama sandera oleh Hamas.
Krisis di Gaza dimulai sejak serangan Israel pada 7 Oktober 2023. Serangan tersebut telah menewaskan hampir 47.000 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, serta menyebabkan 110.700 lainnya luka-luka. Selain itu, lebih dari 11.000 orang dinyatakan hilang, sementara kehancuran masif telah menciptakan krisis kemanusiaan yang parah.
Tekanan terhadap Israel terus meningkat. Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk mantan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang. Selain itu, Israel kini menghadapi gugatan di Mahkamah Internasional (ICJ) atas dugaan genosida di Gaza.
Meskipun gencatan senjata ini memberikan sedikit harapan, masa depan kawasan tetap diselimuti ketidakpastian, dengan masyarakat internasional mendesak solusi yang lebih komprehensif untuk mengakhiri penderitaan warga Palestina.***