EKONOMIPOS.COM – Pemerintah semakin gerah dengan perlakukan diskriminatif Uni Eropa (UE) terhadap produk sawit asal Indonesia untuk di ekspor ke UE. Jelas saja, dihambatnya ekspor sawit RI ke negara-negara Uni Eropa bisa berdampak fatal bagi keberlangsungan industri sawit dalam negeri.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menyampaikan, setidaknya ada dua dampak negatif atas perlakuan UE ke Indonesia terkait sawit tersebut.
“Pertama efek dari Eropa, walaupun porsinya kita ekspor sawit ke Eropa cuma 14% ya, jadi nggak ada apa-apanya dibandingkan ke India sebenarnya. Pasar kita ke India lebih besar, cuma dikhawatirkan ini akan ganggu permintaan ekspor,” katanya saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (22/3/2019).
Para pengusaha atau importir di Eropa, lanjut Bhima kelihatannya sudah mulai ancang-ancang untuk mengurangi permintaan sawit dari Indonesia. Bahayanya ini bisa membuat harga sawit RI makin jatuh.
“Mereka mungkin 2024 akan mulai cari pengganti sawit sehingga ini bisa menekan harga sawit lebih rendah dalam jangka waktu yang cukup panjang,” sebutnya.
Lebih lanjut, sikap Uni Eropa ini bisa saja menyebar dan diikuti oleh negara-negara lain, terutama negara sekitar dan mitra dagang Uni Eropa.
“Kedua, yang kita khawatirkan ini bisa menjadi suatu ideologi yang menyebar, ideologi proteksionisme ke negara-negara di sekitar Eropa maupun di negara yang terkait dengan rantai pasok atau hubungan dagang dengan Eropa, misalkan, bisa jadi dengan Filipina, India, Rusia, atau Eropa Timur,” paparnya.
Kalau kedua hal itu sampai terjadi bakal merusak harga sawit dan melemahkan ekspor dalam waktu yang cukup lama.
“Ini efeknya akan jangka panjang merusak harga sawit, merusak permintaan ekspor kita dalam jangka panjang,” tambahnya. (*)