EKONOMIPOS.COM – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno mendorong BUMN bersinergi mendukung hilirisasi produk tambang dalam negeri demi meningkatkan nilai tambah, menekan impor dan biaya produksi. Hal ini diungkapkannya saat mengikuti pencanangan industri hilirisasi batubara di Bukit Asam Coal Based Special Economic Zone (BACBSEZ), Tanjung Enim, pada Minggu (4/3/2019).
Pencanangan ini merupakan tindak lanjut dari Head of Agreement Hilirisasi Batubara yang telah ditandatangani oleh empat perusahaan yaitu PT Bukit Asam Tbk/PTBA, PT Pupuk Indonesia (Persero), PT Pertamina (Persero) dan PT Chandra Asri Petrochemical.
Melalui teknologi gasifikasi, batu bara kalori rendah akan diubah menjadi produk akhir yang bernilai tinggi. Teknologi ini akan mengkonversi batu bara muda menjadi syngas untuk kemudian diproses menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai substitusi LPG, urea sebagai pupuk, dan polypropylene sebagai bahan baku plastik.
“Hilirisasi di sektor pertambangan merupakan salah satu upaya pemerintah meningkatkan nilai tambah produk tambang dalam negeri dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sinergi penting dilakukan untuk menciptakan efisiensi dalam industri batu bara, gas, pupuk dan kimia,” ungkap Rini dalam keterangannya.
Di kawasan Bukit Asam Coal Based Special Economic Zone (BACBSEZ) nantinya akan dibangun 4 kompleks pabrik meliputi pabrik coal to syngas, pabrik syngas to urea, pabrik syngas to dimethyl ether (DME) dan pabrik syngas to polypropylene sebagai langkah besar pengembangan hilirisasi batubara dalam negeri. Pabrik pengolahan gasifikasi batubara ini ditargetkan beroperasi pada November 2022.
Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin menambahkan hilirisasi akan memberikan dampak terhadap perekonomian nasional dengan berkurangnya impor terhadap produk yang dihasilkan seperti LPG dan Naphta serta memproduksi pupuk urea dengan ongkos produksi yang diharapkan lebih efisien.
“Kami ingin menciptakan nilai tambah, mentransformasi batubara menjadi ke arah hilir dengan teknologi gasifikasi, dengan menciptakan produk akhir yang memiliki kesempatan nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan sekadar produk batubara. Dengan demikian, hal ini diharapkan akan semakin menguntungkan perusahaan,” ungkapnya.
Proyek hilirisasi ini diharapkan akan mampu menghasilkan 500.000 ton urea per tahun, 400.000 ton DME per tahun dan 450.000 ton polypropylene per tahun. Sementara untuk menghasilkan produk-produk tersebut dibutuhkan batu bara sebagai bahan baku utama sebesar 7 juta ton per tahun.
“Dengan jumlah sumber daya batu bara yang dimiliki PTBA sebesar 8 miliar ton, proyek ini suatu keharusan dan keniscayaan yang harus dijalankan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi dari cadangan yang ada. Dengan adanya industri ini kita harapkan keberadaan tambang ini akan terus ada 100 tahun ke depan,” tegas Arviyan. (detikfinance)