Kurs hari ini atau nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada perdagangan Jumat, 4 Juli 2025, di tengah sentimen global yang dipengaruhi pengesahan RUU pemangkasan pajak besar-besaran oleh Presiden AS Donald Trump.
Mengacu data Bloomberg pada pukul 09.16 WIB di pasar spot, rupiah tercatat melemah 28 poin atau 0,17% ke posisi Rp16.223 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau turun tipis sebesar 0,11 poin menjadi 97.
Pelemahan kurs rupiah terhadap dolar hari ini melanjutkan tren negatif yang sempat tercatat pada Rabu 2 Juli 2025, ketika rupiah melemah 47 poin (0,29%) ke level Rp16.247 per dolar AS.
Reuters dalam laporannya menyatakan bahwa penguatan dolar AS didorong oleh keberhasilan Presiden Trump meloloskan RUU pajak yang disebut sebagai “One, Big, Beautiful Bill”.
Undang-undang tersebut mencakup pemangkasan pajak besar-besaran dan peningkatan belanja pemerintah, yang diperkirakan menambah utang nasional hingga US$3,4 triliun, menjadikan total utang AS kini mencapai US$36,2 triliun.
Selain faktor fiskal, sentimen pasar juga dipengaruhi oleh rilis data ketenagakerjaan AS yang solid. Laporan nonfarm payrolls menunjukkan penambahan 147.000 lapangan kerja pada Juni, jauh melampaui proyeksi analis sebesar 110.000. Data ini memperkuat posisi dolar dan memperkecil kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh The Fed dalam waktu dekat.
Analis senior di Capital.com, Kyle Rodda, mengatakan pasar saat ini fokus pada kekuatan sektor ketenagakerjaan AS dan potensi kesepakatan dagang baru, meskipun ada kekhawatiran mengenai keberlanjutan fiskal dan stabilitas pasar obligasi AS.
RUU pajak Trump yang disahkan oleh DPR AS—yang dikuasai Partai Republik—dinilai sebagai pemicu utama arus modal keluar dari negara berkembang, termasuk Indonesia. Selain itu, Trump juga dijadwalkan mengumumkan tarif dagang baru pada 9 Juli mendatang, yang ditujukan untuk negara-negara yang belum menjalin kesepakatan dagang dengan AS, termasuk Jepang.
Kondisi ini menambah tekanan bagi mata uang negara berkembang, terutama di tengah ketidakpastian arah kebijakan moneter global.
Menurut FedWatch CME, setelah rilis data tenaga kerja, ekspektasi pasar bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan Juli naik signifikan dari 76,2% menjadi 95,3%. Konsensus pasar kini mengarah pada kemungkinan pemangkasan suku bunga pertama baru akan terjadi pada September atau bahkan lebih lambat.
Dengan demikian rupiah diperkirakan masih akan bergerak dalam tekanan jangka pendek, terutama jika sentimen global masih didominasi oleh kebijakan fiskal ekspansif AS dan ketidakpastian dagang.***