Produksi susu global diperkirakan akan turun hingga 10 persen akibat meningkatnya frekuensi dan intensitas gelombang panas. Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa suhu tinggi tidak hanya menurunkan produktivitas sapi perah secara langsung, tetapi juga memberi efek berkepanjangan pada kesehatan dan produksi ternak.
Penelitian yang mengamati lebih dari 130.000 sapi selama 12 tahun ini mengungkapkan bahwa suhu ekstrem dapat menurunkan produksi susu hingga 10%. Hanya dengan satu jam suhu bola basah—kombinasi antara suhu dan kelembapan—yang melebihi 26°C, produksi susu harian turun sebesar 0,5%. Efek ini bahkan bisa bertahan hingga 10 hari setelah paparan panas pertama.
“Ini bukan hanya tentang satu hari panas, tapi efek akumulasinya terhadap ketahanan dan kesehatan sapi,” ungkap Claire Palandri, penulis utama studi yang dimuat di jurnal Science Advances, dilansir dari The Guardian, Jumat, 4 Juli 2025.
Dengan memproyeksikan kondisi iklim tahun 2050, para peneliti dari Universitas Yerusalem, Tel Aviv, dan Chicago memperkirakan produksi susu rata-rata global dapat menyusut hingga 4%. Dampak ini akan sangat terasa, terutama bagi 150 juta rumah tangga di seluruh dunia yang bergantung pada peternakan sapi perah.
Wilayah Asia Selatan diprediksi menjadi kawasan paling terdampak. Kawasan ini diproyeksikan menyumbang lebih dari setengah pertumbuhan produksi susu global dalam dekade mendatang. Namun, dengan intensitas gelombang panas yang semakin memburuk akibat pembakaran bahan bakar fosil, produktivitas sapi perah di wilayah ini berada dalam ancaman serius.
Di Israel—lokasi utama penelitian—sebagian besar peternak telah mengadopsi teknologi untuk melindungi sapi dari stres panas, seperti ventilasi, alat penyiram air, dan penyediaan area teduh. Namun, menurut studi, saat suhu melewati 24°C, strategi ini hanya mampu menahan sekitar 40% dampak buruk terhadap produksi susu.
Claire Palandri menekankan bahwa upaya adaptasi harus lebih komprehensif. Ia mendesak pembuat kebijakan untuk memperhatikan faktor stres tambahan pada sapi, seperti sistem kurungan dan pemisahan anak-sapi, yang membuat hewan lebih rentan terhadap cuaca ekstrem.
Masalah Lingkungan yang Saling Terhubung
Ancaman terhadap produksi susu ini juga memperkuat pentingnya mitigasi perubahan iklim. Ternak sapi sendiri merupakan sumber sepertiga emisi metana dari aktivitas manusia. Metana, seperti karbon dioksida, mempercepat pemanasan global dan memperburuk siklus gelombang panas.
“Jika tidak ditangani secara serius, perubahan iklim akan menjadi ancaman nyata bagi ketahanan pangan global, termasuk pasokan susu yang menjadi kebutuhan pokok di banyak negara,” ujar Palandri.***