Para pekerja migran Indonesia atau PMI merasa tersinggung dengan publikasi pemerintah lewat Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI). Unggahan pada 16 Juli 2025 itu menyebut “rencana ekspor jasa tenaga kerja dalam misi dagang Kementerian Perdagangan (Kemendag) ke Eropa.”
Forum Komunikasi Pekerja Migran Indonesia (FKPMI) mengecam keras pernyataan itu. Para pekerja migran Indonesia sama saja dianggap sebagai komoditi dagang. “PMI adalah duta bangsa, bukan objek dagang,” kata Koordinator FKPMI, Dato Zainul Arifin.
Istilah “ekspor” yang digunakan untuk pekerja migran sangat tidak pantas. Pekerja migran bukanlah komoditas dagang yang bisa disamakan dengan barang-barang ekspor.
“Menyamakan manusia dengan barang dagangan adalah bentuk pengingkaran terhadap martabat dan hak asasi,” ujar Zainul dalam keterangan tertulisnya.
Walau perluasan kesempatan kerja ke luar negeri penting, pendekatan pemerintah seharusnya lebih berkeadilan dan menjunjung nilai kemanusiaan. Apalagi rencana kerja sama ini disebut sebagai bagian dari rangkaian agenda Gamescom di Jerman pada 21–22 Agustus 2025.
FKPMI juga mempertanyakan urgensi penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) antara KP2MI dan Kamar Dagang Indonesia (Kadin RI) yang dilakukan di hari yang sama.
Menurut Zainul, kerja sama tersebut justru mengaburkan fungsi pelindungan terhadap pekerja migran Indonesia (PMI) karena Kadin bukanlah lembaga yang berwenang dalam penempatan tenaga kerja.
“Mengapa bukan asosiasi perusahaan penempatan PMI yang digandeng? Kadin itu kamar dagang, bukan pelindung PMI,” tegasnya.
FKPMI mendesak KP2MI dan Kemendag segera mengklarifikasi narasi dan rencana tersebut. Mereka juga meminta Presiden RI dan Kementerian Luar Negeri untuk meninjau ulang pendekatan kebijakan ketenagakerjaan luar negeri agar tidak mengulang kesalahan masa lalu.***