PEKANBARU – Hampir semua fraksi di DPRD Riau menolak usulan pemprov menurunkan pajak pertalite sebesar 7,5 persen. Mereka meminta pemprov menurunkan lagi pajak tersebut. Bahkan ada fraksi yang mengusulkan tanpa pajak alias nol persen.
Hal itu disampaikan masing-masing fraksi melalui paripurna penyampaian pandangan umum fraksi terhadap Raperda tentang perubahan kedua atas Peraturan Daerah Provinsi Riau nomor 8 tahun 2011 tentang pajak daerah, Kamis (15/3).
Hanya Fraksi Golkar satu-satunya yang mendukung usulan penurunan besaran pajak Pertalite dari 10 persen menjadi 7,5 persen.
Melalui Juru Bicara Ramos Teddy Sianturi, Fraksi Golkar menyatakan menyambut baik rencana penurunan pajak Pertalite tersebut. Ramos juga menjelaskan, kenaikan harga Pertalite beberapa waktu lalu adalah berdasarkan kenaikan harga minyak dunia.
“BBM nonsubsidi 10 persen sudah diberlakukan sejak tahun 2011 lalu. Mari kita cari solusi dan jalan keluar bersama. Hasil simulasi beberapa waktu lalu yang kita laksanakan bersama Banpenda untuk penurunan 7,5 persen, patut kita dukung,” kata Ramos.
Sementara Fraksi PKB, melalui Juru Bicara Yusuf Sikumbang menyayangkan ketersediaan BBM di Riau tergolong langka dan mahal. Padahal, Riau sebagai penyumbang pendapatan dari sektor migas terbesar di Indonesia.
“Kami ingin pertanyakan, dengan penurunan 7,5 persen tersebut, apakah akan menjadi solusi persoalan minyak di Riau? Apalagi itu hanya turun Rp 200 saja,” kata Yusuf.
Sementara Fraksi PAN, melalui Juru Bicara Syamsurizal menolak usulan penurunan angka 7,5 persen. PAN menilai akan ironis jika Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang diajukan 7,5 persen tersebut diterapkan di Riau. Karena Riau merupakan daerah yang kaya akan minyak. Harusnya masyarakat mendapatkan minyak dengan mudah dan tentunya harga murah.
Syamsurizal juga dengan tegas menyampaikan pihaknya menolak tarif pajak PBBKB sebesar 7,5 persen. Pihaknya meminta Pemprov Riau menerapkan tarif pajak di angka 5 persen.
“Sedangkan terkait PAD yang menurun kita minta pemprov Riau mencari sumber pendapatan lain. Kan banyak sektor lain tidak hanya dari PBBKB saja,” ujarnya.
Sementara itu, Nasril yang mewakili Fraksi Demokrat mempertanyakan dasar kajian usulan penurunan besaran pajak menjadi 7,5 persen.
“Jika dibanding daerah lain yang lebih sedikit APBD-nya, Jambi dan Bengkulu, yang APBD-nya lebih kecil, namun mampu menurunkan pajak BBM lebih rendah. Namun Riau yang memiliki APBD jauh lebih besar, tapi hanya mampu menurunkan 7,5 persen,” imbuhnya.
Sedangkan Arfah yang mewakili Fraksi PPP menyampaikan, pihaknya juga menolak PBBKB sebesar 7,5 persen. Menurutnya angka besaran pajak itu tidak terlalu signifikan menguntungkan masyarakat.
Usai rapat paripurna tersebut, Sekdaprov Riau, Ahmad Hijazi ditanya soal banyaknya fraksi yang menginginkan agar pajak tersebut diturunkan lagi, menurutnya itu akan melihat proses selanjutnya. (*)