Tupperware, sebuah merek yang identik dengan wadah plastik berkualitas, telah melalui perjalanan panjang sejak pertama kali diciptakan oleh Earl Tupper pada tahun 1946.
Inovasi ini berawal dari gagasan Tupper yang terinspirasi dari desain kaleng cat yang rapat dan tidak mudah tumpah, menghasilkan wadah plastik ringan dan tahan banting yang kemudian menjadi produk revolusioner di zamannya.
Namun, saat pertama kali diluncurkan, Tupperware justru mengalami kesulitan di pasaran.
Produk ini dianggap terlalu inovatif sehingga sulit dipahami oleh konsumen tanpa demonstrasi cara penggunaannya.
Oleh karena itu, dua tahun kemudian, pada tahun 1948, lahirlah konsep “Hostess Group Demonstrations,” sebuah pesta rumahan yang bertujuan memamerkan Tupperware langsung kepada para ibu rumah tangga.
Di ajang inilah, Brownie Wise, seorang ibu rumah tangga dari Amerika, mulai terlibat. Ia melihat potensi besar dari Tupperware dan menjualnya secara mandiri.
Berkat inovasi model penjualan ini, pada tahun 1950, Tupperware semakin dikenal di kalangan wanita Amerika.
Sistem penjualan pun berubah, dari yang awalnya dijual di toko menjadi berbasis demonstrasi langsung di rumah-rumah konsumen, yang dipelopori oleh para ibu rumah tangga.
Brownie Wise turut berperan besar dalam mengubah Tupperware menjadi lebih dari sekadar produk rumah tangga.
Ia berhasil menciptakan citra Tupperware sebagai simbol gaya hidup yang memberi kesempatan bagi para wanita untuk meraih penghasilan tambahan.
Konsep ini juga diadaptasi di berbagai negara, termasuk Indonesia, di mana para perempuan menjadi bagian penting dari jaringan penjual Tupperware.
Pada tahun 1960-an, popularitas Tupperware semakin melambung seiring dengan meningkatnya penggunaan microwave di rumah-rumah tangga.
Produk-produk baru yang tahan terhadap panas microwave dan oven konvensional pun diperkenalkan.
Pada era 1980-an, Tupperware meluncurkan Stack Cooker, produk revolusioner yang memungkinkan memasak tiga hidangan sekaligus hanya dalam waktu 30 menit di microwave.
Produk ini masih dijual hingga kini dengan harga sekitar Rp 2,8 juta di pasar internasional.
Meskipun terus melakukan inovasi dengan desain yang berkualitas dan menawarkan garansi seumur hidup, Tupperware belakangan menghadapi tantangan besar.
Persaingan dengan produk-produk serupa yang lebih murah dan berkembangnya pilihan wadah makanan di pasaran membuat pamor Tupperware mulai meredup.
Penurunan minat konsumen ini bahkan berdampak pada penjualan dan harga saham Tupperware yang merosot tajam.
Meski demikian, Tupperware tetap menjadi salah satu pelopor dalam industri wadah penyimpanan makanan, dan kisah suksesnya akan selalu menjadi bagian dari sejarah inovasi rumah tangga di dunia.
Tupperware Brands Terancam Bangkrut
Tupperware Brands, perusahaan ternama yang dikenal dengan produk wadah makanan plastik, kini di ambang kebangkrutan. Setelah gagal beradaptasi dengan perubahan pasar, Tupperware dikabarkan tengah mempersiapkan langkah untuk mengajukan kebangkrutan.
Tahun lalu, bisnis Tupperware mengalami penurunan drastis hingga 50% akibat menurunnya permintaan dan penjualan. Kondisi ini semakin memperburuk situasi keuangan perusahaan.
Sempat muncul harapan ketika ada pihak yang bersedia memberikan pinjaman sebesar USD 700 juta atau sekitar Rp 10,7 triliun untuk membantu perusahaan bertahan dan mengembangkan bisnisnya. Namun, upaya negosiasi tersebut tampaknya menemui jalan buntu karena pembahasan yang terus berlarut-larut.
Hingga saat ini, Tupperware belum memberikan pernyataan resmi mengenai rencana kebangkrutan tersebut. Namun, pada Maret lalu, perusahaan sudah mengungkapkan ketidakpastian mereka dalam melanjutkan bisnis.
Meski para pemberi pinjaman sempat memberi kelonggaran terkait pelanggaran ketentuan utang, kondisi perusahaan terus memburuk, membuat masa depan Tupperware semakin tidak menentu.***