EKONOMIPOS.COM (EPC), PURWAKARTA – Pemerintah Kabupaten Purwakarta punya cara unik dalam menyambut Ramadan. Selama dua tahun terakhir, Purwakarta menjalankan program yang diberi nama Ramadan Toleran.
Di Kota Santri itu, justru warung-warung bisa tetap buka tanpa dirazia oleh satuan polisi pamong praja (Satpol PP). Bupati Dedi Mulyadi mengisahkan Ramadan Toleran awalnya juga mendapat penolakan dari beberapa ormas keagamaan.
“Saya sempat dibilang orang gila, goblok, nggak mikir, otak di dengkul karena mengeluarkan kebijakan Ramadan Toleran itu,” kata Dedi saat berbagi kisah kepada Tempo, dalam obrolan selepas subuh, Selasa pagi, 14 Juni 2016.
Akan tetapi, Bupati yang gandrung berpakaian adat Sunda pangsi lengkap dengan ikat kepalanya itu, terus maju jalan. Ia punya prinsip pakai kacamata kuda.
“Selagi benar, kenapa harus surut dengan ocehan orang-orang yang belum faham betul ihwal arti toleran itu,” ujarnya.
Dedi mengatakan untuk menjalankan Ramadan Toleran ini para pemilik warung atau resto dipasangi spanduk dengan kalimat yang jenaka dan mudah dicerna.
Misalnya: “Ramadhan Toleran, Anda dipersilakan makan dan minum seperti biasa apabila: Non muslim; Dalam keadaan sakit; Dalam keadaan hamil; Sedang menyusui; Sedang datang bulan (menstruasi); Anak (belum dewasa); Dalam keadaan uzur (usia lanjut); Dalam perjalanan jauh (musafir)”. Dan yang kesembilan yaitu orang dalam keadaan sakit ingatan (gila). Khusus buat poin sembilan diberi penjelasan,
“Kami siapkan ambulance dan perawatan untuk mengantar anda ke rumah sakit jiwa.” Lalu disambung dengan tulisan:silahkan hubungi SEMAR ( Safety Emergency Medical Ambulance Rescue) melalui aplikasi dokter online dan SMS Center 0812129775.
Tulisan terakhir dalam banner tersebut berbunyi: “Hormatilah orang yang berpuasa dan orang yang tidak berpuasa”.
Salah seorang warga Purwakarta, Winarsih, mengaku surprise dengan pemasangan banner Ramadhan Toleran di setiap rumah makan dan tempat keramaian tersebut.
“Isinya itu lho, seoalah-olah siapa pun dbolehkan tidak berpuasa. Tetapi, setelah dibaca saksama, ternyata mereka yang dibolehkan buka puasa itu, ya orang-orang yang dibolehkan buka oleh ajaran islam saja,” katanya.
Ia menilai, pesan untuk menghormati orang berpuasa melalui spanduk, pamflet itu memang tidak harus dilakukan kelewat serius atau statis. Cara yang dilakukan melalui banner Ramadhan Toleran malah lebih bagus dan jenaka.
“Pokoknya keren deh,” ujar Winarsih sambil tersenyum.
Maka, kini, Dedi pun mengaku mendapatkan pujian atas upaya kerasnya mengejawantahkan Ramadan Toleran. “Alhamdulillah, rekan-rekan sesama kepala daerah banyak mengapresiasinya bahkan ingin menirunya,” kata dia.
Cuma, Dedi berujar, para kepala daerah lain, dari sisi mental mengaku belum siap dihujat dan dicemoohkan warga yang kontra jika kelak mengeluarkan kebijakan sama soal Ramadan Toleran itu di daerahnya.