EKONOMIPOS.COM (EPC),PEKANBARU – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Riau gencar melakukan sosialisasi dan pelatihan literasi keuangan kepada dunia pendidikan, termasuk para guru dan dosen se kabupaten/kota.
“Kali ini OJK menggelar Training of Trainer (TOT) bagi 6.000 guru ekonomi tingkat SMA di seluruh wilayah Provinsi Riau,” ujar Kepala OJK Provinsi Riau M Nurdin Subandi di Pekanbaru, Rabu (29/03/2017).
M Nurdin Subandi menyebutkan kegiatan ini sebagai langkah strategis dalam rangka memberikan pembekalan kepada guru-guru SMA agar dapat memahami dengan baik tugas dan fungsi OJK dan industri jasa keuangan lainnya untuk selanjutnya diajarkan kembali kepada anak didik masing-masing.
“Pelatihan ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman keuangan atau literasi masyarakat Riau. Kali ini guru yang kita beri pelatihan, sehingga bisa disampaikan pada murid di sekolahnya,” kata Subandi.
Ia berharap dengan adanya pelatihan TOT untuk para guru ini, tingkat literasi dikalangan siswa akan bertambah.
“Target kita 2019 tingkat literasi di Riau mencapai 75 persen. Kita akan terus berupaya agar target tersebut bisa tercapai, ” harapnya lagi.
Subandi menambahkan program literasi ini juga akan menyasar seluruh kabupaten/kota se Riau. “Kami akan lakukan bertahap bukan hanya guru SMA, tetapi juga SMP, SD bahkan para dosen,” tambahnya.
OJK Provinsi Riau menyatakan tingkat pemahaman atau literasi masyarakat terhadap keuangan perbankan di Riau kini ini mencapai 29,46 persen.
“Walau rendah, literasi keuangan perbankan Riau di atas rata-rata nasional yang hanya 29 persen,” kata Subandi.
Dijelaskan Nurdin, persoalan utama yang dihadapi Indonesia saat ini termasuk Riau adalah tingginya kesenjangan antara tingkat pemahaman (literasi) keuangan dengan tingkat akses (inklusi) keuangan.
“Saat ini literasi keuangan Provinsi Riau baru sebesar 29,45 persen sementara tingkat inklusi keuangan sebesar 69,45 persen,” jelssnya.
Artinya sebut dia dengan tingkat inklusi yang tinggi namun literasi masih relatif rendah menunjukkan pemahaman masyarakat dalam membeli produk dan jasa keuangan belum sepenuhnya. (*)