EKONOMIPOS.COM (EPC), PEKANBARU – Warga lima desa terisolir di Kampar Kiri mengancam tidak akan ikut berpartisipasi pada Pemilihan Gubernur Riau (Pilgubri) 2018, jika akses jalan menuju desa mereka tidak diperbaiki.
Warga desa sudah membuat satu kepsepakatan akan memilih abstain (golput) jika pemprov dan dewan Riau tidak alokasikan anggaran perbaikan jalan melalui APBD 2018.
“Golput itu jalan terakhir. Minimal untuk 5 desa di Pilkada Riau nanti,” tegas Amirullah, tokoh pemuda Kampar Kiri, Minggu (22/10/2017).
Alasan mereka sepakat untuk golput karena warga desa itu merasa tidak dianggap keberadaannya di Provinsi Riau. Sehingga tidak ada gunanya bagi mereka ketika memilih pemimpin.
“Kami tidak dianggap sebagai masyarakat Riau. Ini kan sudah lama tidak ada perhatian. Untuk apa kami menyalurkan suara sedangkan nasib kami tak diperhatikan,” jelasnya.
Pada Senin (16/10) lalu massa yang terdiri dari masyarakat dan mahasiswa asal lima desa di Kampar Kiri menggelar aksi unjuk rasa menuntut perbaikan jalan dengan penganggaran pembangunan jalan di APBD 2018.
Mereka diterima DPRD dan dijanjikan akan dimasukkan anggaran pembangunan jalan. Saat itu yang menerima Wakil Ketua Noviwaldy Jusman dan beberapa anggota dewan lainnya.
“Kami masih menunggu janji dewan. Katanya dalam perjanjian yang kami buat 10 hari setelah demo akan dikasih kabar,” lanjut Amirullah.
Namun belakangan muncul pernyataan dari pihak Dinas PUPR yang menyebutkan pembangunan jalan ke Lubuk Agung akan menguntungkan pihak perambah hutan dan pelaku ilog. Namun Amirullah membantah pernyataan pemerintah tersebut.
“Itu sudah pernah hearing bersama PU beberapa kali. Ilog hanya permainan kong kalikong. Pemerintah bisa mengatasi ini seharusnya. Itu tidak alasan,” kata Amirullah.
Bahkan saat ini menurutnya tidak ada aktifitas illog di daerahnya namun yang ada hanya perusahaan HTI yang memikirkan kebun di Desa Koto Setingkai.
“Yang ada PT PSPI di wilayah kesultanan VIII koto setingkai dulu juga sebelumnya sudah menyanggupi untuk membantu pemerintah. Mereka terus panen sekali dalam lima tahun. Itulah puncak terparah jalan siklus lima tahun,” jelas Amirullah.
Sebelumnya Ketua DPRD Riau Septina Primawati mengakui hingga saat ini belum ada yang menetapkan anggaran untuk pembangunan jalan Lipatkain menuju Lubuk Agung. Karena masih dilihat ketersediaan keuangan pemerintah.
“Untuk Jalan Lipatkain – Lubuk Agung harus dilihat dari kemampuan uang kita. Kalau misalnya ada anggaran tentu akan menjadi tanggung jawab. Kita lihat dulu ketersediaan anggarannya,” ujar Septina Primawati. (*)